18 Desember 2008

BALANCE SCORECARD

Pendekatan sistem pengukuran kinerja diperusahaan disebut Balance Scorecard, berikut ini dikutip beberapa pengertian tentang Balance Scorecard :

Atkinson, Banker, Kaplan and Young(1997) dalam buku Management Accounting,:

Yaitu :” Suatu set dari target dan hasil kinerja yang digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur kinerja yang diarahkan kepada gabungan faktor kritis dari tujuan organisasi.”

Anthony and Govindarajan (1997) dalam buku Management Control System :

Yaitu : “ Suatu alat sistem untuk memfokuskan perusahaan , meningkatkan komunikasi antar tingkatan manjemen, menentukan tujuan organisasi dan memberikan umpan balik yang terus-menerus guna keputusan yang strategis .”

Dari uraian diatas maka, ciri-ciri sistem balance score card, mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

  1. Merupakan suatu aspek dari strategi perusahaan.

  2. Menetapkan ukuran kinerja melalui mekanisme komunikasi antar tingkatan manajemen

  3. Mengevaluasi hasil kinerja secara terus menerus guna perbaikan pengukuran kinerja pada kesempatan selanjutnya.

Setiap ukuran dalam balance scorecard menyajikan suatu aspek dari strategi perusahaan, karena dengan sistem ini manajemen dapat menggunakannya untuk berbagai alternatif pengukuran terhadap hal-hal berikut :

  1. Faktor-faktor kritis yang menentukan keberhasilan strategi perusahaan

  2. Menunjukan hubungan individu / sub bisnis unit dengan yang dihasilkannya, sebagai akibat dari penetapan pengukuran yang telah dikomunikasikannya.

  3. Menunjukan bagaimana pengukuran nonfinansial mempengaruhi finansial jangka panjang.

  4. Memberikan gambaran luas tentang perusahaan yang sedang berjalan.

Balance scorecard mencoba untuk menciptakan suatu gabungan pengukuran strategis, pengukuran finansial dan nonfinansial serta pengukuran ekstern dan intern

Pengukuran perusahaan dapat dipandang menjadi 4 kategori Perspektif ( Kaplan , 1996), yaitu : Perspektif finansial, Perspektif Langganan, Perspektif internal bisnis, serta Perspektif Pembelajaran dan pertumbuhan. Ke empat perspektif ini saling berhubungan dalam sebab akibat, sebagai cara untuk menterjemahkan strategi kedalam tindakan.

Berikut ini tahapan pelaksanaan balance scorecard (Anthony, 1997) sebagai berikut :

  1. Mendefinisikan strategi

  2. Mendefinisikan pengukuran

  3. Mengintegrasikan pengukuran kedalam sistem manajemen

  4. Meninjau ukuran yang ditetapkan dan hasilnya, dengan cara terus menerus.

Mendefinisikan strategi ; Balance scorecard membangun hubungan antara strategi dan tindakan opersional,. Untuk memulai operasional perlu organisasi mendefinisikan balance scorecard sesuai dengan mendefinisikan strategi organisasi, secara eksplisit pada tahap ini bahwa sasaran organisasi telah dikembangkan.

Hubungan sebab-akibat diantar ukuran-ukuran adalah sebagai berikut (Anthony,1997):


PERSPEKTIF UKURAN

- Perpektif innoveasi & pembelajaran - Keahlian manufaktur

- Perspektif bisnis intern - Siklus order

- Perpektif pelanggan - Survey kepuasan pelanggan

- Perspektif finansial - Pertambahan pendapatan dari

penjualan


Mendefinisikan pengukuran ;

  • Menentukan pengukuran individual yang mendukung strategi perusahaan.

  • Mengintegrasikan pengukuran dalam sistem manajemen; mengintegrasikan balance scorecard dengan struktur formal nonformal,

  • Budaya kerja, praktik yang ada dan sumber daya manusia.

Meninjau ukuran yang telah ditetapkan dan hasilnya secara terus menerus secara konsisten oleh manajer : ketika balance scorecard sedang berjalan, dan mengevaluasinya dengan cara melalui pertanyaan antara lain sebagai berikut :

  • Bagaimana organisasi berjalan , menurut pengukuran ?

  • Bagaiman startegi organisasi berubah sejak awal hingga akhir ?

  • Bagaiman memelihara pengukuran terhadap strategi yang berubah-ubah ?

  • Bagaimana organisasi meningkatkan/ memperbaiki pegukuran.

Berikut ini yang dapat membatasi kegunaan Balance scorecard :

  • Hubungan yang kurang baik antara hasil yang terjadi dengan pengukuran nonfinansial yang telah ditetapkan

  • Laporan yang tidak fleksibel atas hasil finansial

  • Tidak adanya mekanisme untuk usaha kemajuan./ peningkatan

  • Pengukuran yang tidak diperbaharui

  • Beban pengukuran yang berlebihan

  • Kesulitan dalam menentukan pertukaran pekerjaan (trade – off)


23 November 2008

PROSES PEMBELIAN KEPUTUSAN

Para pemasar harus melihat lebih jauh bermacam-macam faktor yang mempengaruhi para pembeli dan mengembangkan pemahaman mengenai cara kosumen melakukan keputusan pembelian. Secara khusus, pemasar harus mengidentifikasi orang yang membuat keputusan pembelian, jenis keputusan pembelian dan langkah-langkah dalam proses pembelian.

Peran pembelian
Lima peran yang di mainkan orang dalam keputusan pembelian :
a. Pencetus : orang yang pertama kali yang mengusulkan gagasan untuk membeli produk atau jasa
b. Pemberi Pengaruh : orang yang pandangan atau sarannya mempengaruhi keputusan.
c. Pengambil keputusan : orang yang mengambil keputusan mengenai setiap komponen keptusan pembelian apakah membeli, tidak membeli, bagaimana cara membeli, dan di mana akan membeli
d. Pembeli : orang yang melakukan pembelian yang sesungguhnya
e. Pemakai : seseorang mengkonsumsi atau yang menggunakan produk atau jasa tertentu

Perilaku pembelian
Pengambilan keputusan konsumen berbeda-beda tergantung pada jenis keputusan kpembelian. Pembelian yang rumit dan mahal mungkin melibatkan lebih banyak pertimbangan pembeli dan lebih banyak peserta. Hendry Assael membedakan 4 perilaku pembelian konsumen berdasarkan tingkat perbedaan antar merek.
a. Perilaku Pembelian Yang Rumit
Perilaku pembelian yang rumit berdiri dari proses tiga langkah. Pertama, pembeli mengembangkan keyakinan tentang produk tertentu. Kedua, ia membangun sikap tentang produk tersebut. Ketiga, ia membuat pilihan pemelian yang cermat
b. Perilaku Pembelian Pengurang Ketidaknyamanan
Keterlibatan yang tinggi di dasari oleh factor bahwa pembelian terkadang mahal, jarang di lakukan, dan beresiko. Sehingga pembeli akan berbelanja dan berkeliling untuk mempelajari merk yang tersedia. Setelah pembelian terjadi konsumen mungkin mengalami disonansi atau ketidak nyamanan setelah merasakan adanya fitur yang tidak mengenakan atau mendengar kabar yang menyenangkan mengenai merek lain.
c. Perilaku Pembelian Karena Kebiasaan
banyak produk yang dibeli pada kondisi rendahnya keterlibatan konsumen dan tidak adanya perbedaan antar merk yang signifikan. Misalnya garam, para konsumen memeliki sedikit keterlibatan pada produk itu. Mereka pergi ketoko dan mengambil merk tertentu. Jika mereka tetap mengambil merk yang sama, hal itu karena kebiasaan bukan karena kesetiaan terhadap merk.
d. Perilaku Pembelian Yang Mencari Variasi
Beberapa situasi pembelian di tandai oleh keterlibatan kosumen yang rendah tetapi perbedaan antar merk yang signifikan. Dalam kondisi seperti itu konsumen sering melakukan peralihan merk. Namun pada kesempatan lain,konsumen mungkin mengambil merk yang berbeda karena ingin mencari rasa yang berbeda. Peralihan merk terjadi karena mencari variasi dan bukannya karena ketidakpuasan.